Pelapisan sosial atau statifikasi sosial (social
stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat
secara bertingkat. Definisi pelapisan sosial secara sistematik dikemukakan oleh
Pitirim A. Sorokin, bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat/hierarkis.
Terjadinya pelapisan sosial terbagi jadi 2, yaitu:
1. Terjadi dengan sendirinya
Proses ini berjalan sesuai pertumbuhan
manusia itu sendiri. Adapun orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk
bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu,
tetapi berjalan secara alami.
2. Terjadi dengan sengaja
Sistem pelapisan ini dibuat untuk mengejar
tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya
kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.
Dari sistem ini, mengandung 2 sistem,
yaitu:
a.
Sistem fungsional: merupakan pembagian kerja
kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam
kedudukan yang sederajat.
b.
Sistem skalar: pembagian kekuasaan menurut
jenjang dari bawah ke atas.
Perbedaan sistem pelapisan dalam masyarakat
a.
Sistem pelapisan tertutup diantaranya:
Kasta brahmana (pendeta), kasta ksatria
(bangsawan), kasta waisya (pedagang), kasta sudra (rakyat jelata), kasta paria
(orang yang nggak punya kasta)
b.
Sistem pelapisan terbuka: setiap orang punya
kesempatan untuk menempati jabatan, jika orang tsb punya kemampuan di bidang
tersebut.
Pelapisan masyarakat dibagi jadi beberapa
kelas:
a. Kelas atas
b. kelas bawah
c. kelas menengah
d. kelas menengah ke bawah.
Contoh berita:
Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia menyatakan dengan adanya perlambatan laju pengentasan kemiskinan, serta pesatnya peningkatan kekayaan membuat kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin di Indonesia semakin melebar.
Laporan Ekonomi Bank Dunia edisi Juli 2014 mengungkapkan bahwa Indonesia telah mencatat kemajuan yang signifkan dalam pengentasan kemiskinan. Namun kemajuan tersebut terjadi dalam beberapa dekade lalu.
Pada 2002, rata-rata konsumsi per orang dari 10 persen rumah tangga paling kaya adalah 6,6 kali lipat dibanding 10 persen rumah tangga yang paling miskin.
"Pada 2013, perbandingan ini telah meningkat menjadi 10,3 kali," kata Ekonom Utama Bank Dunia Untuk Indonesia Ndiame Diop, dalam acara Laporan Bank Dunia, di Jakarta, Senin (21/7/2014).
Menurutnya, hal ini cukup mengkhawatirkan. Pertama karena peningkatan ketimpangan mencerminkan keterbatasan akses terhadap kesempatan kerja yang tidak baik, dan karenanya membatasi pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan yang tengah berlangsung.
Kedua, hal ini meningkatkan keprihatinan akan kesetaraan, karena seluruh penduduk Indonesia seharusnya memiliki akses terhadap kersempatan yang sama.
Ketiga, peningkatan ketimpangan dapat membawa risiko bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial pada masa depan.
Melalui tindakan terpadu, Indonesia seharusnya dapat menghambat peningkatan ketimpangan, termasuk dengan kebijakan yang saling mengguntungkan, yang tidak hanya memberantas ketimpangan namun juga mendukung upaya pengentasan kemiskinan.
"Perluasan akses ke pendidikan yang berkualitas dan mobilitas pasar tenaga kerja akan mampu meningkatkan pendapatan keluarga yang miskin dan rentan, serta membantu ketidak setaraan," pungkasnya.
(Penulis berita: Pebrianto Eko Wicaksono)
Saran: Sebaiknya, kasta-kasta begitu dihilangkan saja. Kenapa, karena kita manusia sama di hadapan Tuhan, tidak perlu dibedakan.
0 komentar:
Posting Komentar
Tambahkan Komentar Kamu